Tradisi Lebaran Ketupat
Oleh Achmad Fauzi
Wakil Ketua Pengadilan Agama Penajam
Dalam setiap perayaan keagamaan, umat Islam memiliki banyak tradisi. Salah satunya adalah lebaran ketupat. Pada lebaran ini, masyarakat Muslim menghidangkan ketupat berbahan dasar beras yang dibungkus dengan janur atau daun siwalan. Menurut Hikayat Indraputra, sejatinya ketupat telah lama dikenal sebagai penganan rakyat pada tahun 1700 Masehi. Namun, kini ketupat dianggap sebagai makanan istimewa karena dilekatkan dengan hari kemenangan atau Idul Fitri.
Tradisi lebaran ketupat konon diperkirakan berasal dari proses masuknya Islam di tanah Jawa. Dalam beberapa catatan sejarah, Sunan Kalijaga adalah yang pertama kali memperkenalkan tradisi itu. Sunan Kalijaga membudayakan dua kali bakda, yakni bakda lebaran (Idul Fitri) dan bakda kupat (lebaran ketupat).
Makna lebaran ketupat secara filosofis tecermin dari bentuk anyaman ketupat yang berpola rumit. Itu menggambarkan bahwa manusia memiliki banyak maksiat dan kesalahan yang harus ditebus dengan cara memohon ampun dan saling memaafkan satu dengan lainnya. Ketika antar sesama saling mengikhlaskan diri dari segala dendam dan kedengkian, ketika taubat benar-benar diteguhkan dalam hati, maka hati kembali suci dan fitrah sebagaimana tergambar pada warna putih ketupat jika dibelah dua.
Sebagian kalangan memaknai lebaran ketupat sebagai hari raya bagi orang-orang yang melaksanakan puasa syawal. Mereka menganggap perlu merayakan lebaran ketupat karena tidak jarang umat Islam merasa enggan melaksanakan puasa Syawal lantaran selama Ramadan telah bergelut dalam lapar dan dahaga.
Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan, lalu ia mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti puasa selama setahun”. Para ulama berpendapat bahwa hal itu sebanding dengan puasa setahun karena satu kebaikan balasannya sepuluh kali lipat dan puasa sebulan Ramadan sama dengan puasa sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari sama dengan puasa dua bulan. Penjelasan ini juga terdapat pada hadits marfu' dalam kitab An-Nasa’i.
Pesta kemenangan pada lebaran ketupat sejatinya bukan soal perut. Dalam lebaran ketupat ada proses yang didahului dengan perjuangan. Ada nilai pengendalian diri dalam mengelola nafsu. Ada kesadaran bahwa manusia tidak luput dari kesalahan (kelepatan).
Tak jarang usai berpuasa manusia masih diperdaya oleh gejolak nafsu, merasa benar sendiri, egois, dan serakah, karenanya ia berlebaran hanya ikut-ikutan. Lebaran yang sesungguhnya hanya milik mereka yang berhasil menaklukkan nafsu dan memeliharanya dalam tenang dan kedamaian sehingga kelak kembali ke hariban Tuhan dalam keadaan suci. Sebagaimana Firman Allah SW yang artinya: Wahai nafsu yang suci, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan tenang. Masuklah kalian ke dalam surga-Ku. Masuklah kalian ke dalam golongan hamba-Ku.
.