Lagi, Di Forum Mediasi Para Pihak Sepakati Pemenuhan Hak Isteri dan Anak Pasca-Perceraian
Jika perdamaian adalah puncak tertinggi hukum, maka mediasi adalah jalan yang ditapaki menuju puncak itu. Bagi seorang mediator, ketika sengketa berhasil didamaikan, maka kesepakatan perdamaian adalah mahkotanya. Sebab, perkara yang seyogiyanya harus ditempuh melalui prosedur litigasi yang panjang dan berliku, bisa diakhiri dengan win win solution.
Tentu perlu penguasaan seni bermediasi. Mulai dari seni mendengarkan, menyelami jantung permasalahan, dan mencari jalan tengah rumitnya persoalan. Kecapakan dan daya pengaruh bagi pihak yang bersengketa juga tak kalah penting. Bagaimana agar para pihak bisa memahami dan menerima tawaran solutif dari mediator secara lapang dada tanpa paksaan merupakan seni berkomunikasi.
Hari ini, Selasa (2/2), salah seorang hakim mediator Pengadilan Agama (PA) Penajam, Achmad Fausi, berhasil (sebagian) mendamaikan perkara perceraian. Meski perkara pokoknya (baca: cerai talak) tidak berhasil didamaikan, namun akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dari perceraian yang notabene menjadi hak isteri dan anak berhasil mencapai kesepakatan. Beberapa obyek yang berhasil mencapai kesepakatan antara lain, besaran nafkah iddah, mut’ah, pemegang hak asuh anak, dan besaran nafkah anak.
Pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca-perceraian merupakan upaya untuk melindungi kaum perempuan dari dampak yang ditimbulkan. Sensitivitas tersebut sejatinya bisa dibangun sejak di forum mediasi. Sebab mengabaikan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak, membuat perempuan harus menanggung sendiri kebutuhan anak tanpa bantuan mantan suami.
Ke depan persentase keberhasilan mediasi di PA Penajam perlu terus ditingkatkan. Di samping membantu masyarakat dalam penyelesaian sengketa secara damai, juga jadi poin penilaian prestasi kinerja bagi satker. Sehingga masyarakat damai, PA Penajam juga berprestasi.