PENGADILAN AGAMA PENAJAM header

Written by H. Achmad Fausi. S.H.I. on . Hits: 1057

Membendung “Cumulonimbus” Hukum

Oleh Achmad Fauzi

Wakil Ketua Pengadilan Agama Penajam, Kalimantan Timur; alumnus UII, Yogyakarta

Sejak insiden jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501, awan “cumulonimbus” ramai dibincangkan. Awan vertikal bermuatan listrik ini sangat ditakuti dunia penerbangan karena memiliki karakteristik ekstrem. Unsur awannya padat, bercuaca dingin dan mampu menciptakan petir dan badai. Burung besi yang nekad menerabas bisa mengalami turbulensi hebat atau bahkan jatuh tersungkur.

“Cumulonimbus” Hukum

Di dunia hukum tak dikenal istilah awan cumulonimbus. Tapi, sengaja dipopulerkan karena dalam belantika hukum juga acap mengalami turbulensi. Yakni, sebuah guncangan hebat akibat badai suap dan mempermainkan neraca keadilan. Daya rusak praktik kotor ini menyerupai cara kerja awan cumulonimbus yang mampu mengacaukan ritme penerbangan.

Jemari tangan rasanya tak cukup menghitung jumlah penegak hukum yang perbuatannya menjatuhkan marwah hukum ke titik rendah. Keadaban hukum yang idealnya dijunjung tinggi dirobohkan hingga menjadi puing. Persoalan klasik yang tidak pernah tamat adalah masih bercokolnya jejaring suap. Angkara keserakahan kokoh menjulang karena peradaban perut dipuja dan dikekalkan.

Sejarah mencacat tahun 2014 lembaga peradilan pernah diguncang “awan cumulonimbus”. Akil Mochtar yang ketika itu menjabat ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ditangkap KPK karena menerima suap terkait penanganan sengketa pilkada di beberapa daerah. Korupsi konstitusi yang menerjang tubuh MK tersebut sangat memalukan lantaran dunia turut serta menyorotinya sebagai kabar buruk penegakan hukum di Indonesia.

Budiman Tanuredjo dalam bukunya “Akal Akal Akil" (2014) menulis bahwa kasus korupsi Akil menjadi rekor terburuk dalam sepanjang sejarah peradilan di Indonesia. Simbol lembaga penegak konstitusi yang semula dihormati runtuh karena ketuanya terlibat korupsi dan pencucian uang ratusan miliar rupiah. Jumlah fantastis yang tak mungkin habis dimakan hingga ke anak cucu. Dari sini jelas terlukis bahwa peradaban perut di kalangan penegak hukum telah merabunkan jarak pandang mereka terhadap nilai-nilai etis dan kepantasan. Harta dianggap lebih berharga daripada kehormatan.

Karena itu, publik berharap terpilihnya Arief Hidayat sebagai ketua MK dan Anwar Usman sebagai wakilnya mampu memulihkan citra MK yang sempat tercoreng. Begitu pula hadirnya dua hakim konstitusi yang baru mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo, yakni Suhartoyo (dari unsur MA) dan I Dewa Gede Palguna (dari unsur pemerintah) diharapkan mampu menjadi pengawal konstitusi. Berwibawa karena putusannya dan dipercaya karena integritasnya. Apalagi, mekanisme perekrutan hakim konstitusi dari unsur pemerintah turut melibatkan peran KPK dan PPATK serta seleksinya sangat transparan karena melibatkan masyarakat.

Namun, ada beberapa hal yang menjadi perhatian ketua MK dan hakim konstitusi lainnya. Pertama, “cumulonimbus” hukum tak dimungkiri masih bergentayangan merasuki nalar sehat penegak hukum. Memang saat ini terjadi pergeseran kecenderungan dalam dunia suap. Jika dahulu Akil yang aktif membuka “jalur perdagangan” korupsi konstitusi, namun kini justru pihak yang (berpotensi) berperkara berusaha keras menggoda penegak hukum dengan mencari kelemahannya: harta, tahta, wanita. Jika gagal menggoda hakim melalui instrumen fulus, harap waspada munculnya skenario berupa gratifikasi seks.

Mantan Ketua MK Mahfud MD pernah memberikan pernyataan mengejutkan bahwa sejumlah keputusan pejabat di negeri ini dikendalikan wanita nakal. Sehingga, mereka bimbang atau urung mengambil keputusan karena ketegasannya tersandera skandal wanita simpanan. Karena itu, fenomena ini harus menjadi perhatian bersama agar potensi munculnya “cumulonimbus” hukum di MK tidak terjadi di tahun 2015. Prinsip saling mengawasi dan mengingatkan penting dibudayakan karena hakim juga manusia yang tak luput dari kekhilafan.  

Pengawasan internal juga harus berjalan lebih efektif dan cekatan mendiagnosa penyakit yang menyerang bagian anggota tubuhnya sendiri. Beratnya beban kerja dan volume perkara yang ditangani bukan alasan membiarkan terjadinya kebocoran moral.

Jaga independensi

Kedua, perlunya menjaga independensi personal maupun kelembagaan. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka. Ia mempunyai peranan penting guna menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Independensi kelembagaan tersebut mengartikulasikan posisi hakim MK sebagai pengadil yang merdeka dari segala kepentingan politik maupun golongan. Karena itu, hakim konstitusi harus telah selesai dengan dirinya dan bebas dari kepentingan apapun.

Ketiga, erat kaitannya dengan penciptaan imparsialitas, sebaiknya strategi pengelolaan perkara bebas dari monopoli. Jika berkaca pada manajemen pengelolaan perkara di zaman Akil Mochtar, distribusi perkara kepada panel hakim berjalan tidak merata dan banyak dijumpai kejanggalan. Sebagian besar perkara sengketa pilkada yang berasal dari Kalimantan ditangani Akil yang notabene berasal dari daerah Borneo. Akibatnya netralitas mengadili kurang terjamin.

Terakhir, hakim konstitusi harus rela membatasi diri karena terikat kode etik. Suatu ketika salah seorang hakim MK menjenguk Akil Mochtar dengan maksud memberikan dukungan moril kepada mantan sejawat. Namun tindakan tersebut dikecam habis-habisan oleh publik karena dianggap tidak pantas. Artinya, hakim konstitusi perlu mengutamakan aspek kepantasan yang tecermin dalam penampilan dan perilaku pribadi yang berhubungan dengan kemampuan menempatkan diri dengan tepat, baik mengenai tempat maupun waktu.

Sebagai abdi hukum yang terus-menerus menjadi pusat perhatian masyarakat sudah sepantasnya hakim konstitusi menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah.

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Penajam
Jl. Provinsi KM. 9 Komplek Perkantoran Kec. Penajam, Kab. Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur - 76142
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Email Tabayun : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 6

7

Lokasi Kantor

Sosial Media

11

13

12

14